2023 Recap at Get Plastic Learning Centre

Sebentar lagi tahun 2023 berganti, tak terasa banyak sekali hal-hal luar biasa yang diupayakan oleh kawan-kawan Get Plastic. Get Plastic Learning Centre selalu hadir menyediakan ruang untuk menjalin kreativitas dalam pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi energi.

Di tahun 2023 ini kami berkesempatan untuk memperluas cakupan wilayah dampingan kami hingga ke Pulau Harapan, Bogor, Pulau Bungin, dan Papua. Selain memperluas mitra dampingan dan menjalankan waste management berbasis pengolahan akhir dengan teknologi pirolisis, kami pun melakukan kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di Get Plastic Learning Centre, Bali.

Setiap tahunnya, Get Plastic mengedukasi rumah tangga dan warung di sekitar Get Plastic agar mereka memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan sampah plastik mulai dari hulu sampahnya. Tanggung jawab ini penting untuk menyelesaikan sampah plastik langsung dari sumbernya. Di tahun 2023, sebanyak 30 donatur berhasil kami sasar dan mereka mendonasikan sampah plastiknya ke Get Plastic Learning Centre.

Dari 30 donatur ini, kami berhasil mengumpulkan sampah plastik low-value sebanyak 1,6 ton. Semua sampah plastik ini dipilah langsung dan diolah menjadi bahan bakar minyak. Yang menarik adalah, seluruh hasil dari proses pengolahan sampah plastik ini didonasikan kepada petani, rumah tangga, atau mitra Get Plastic yang membutuhkan solar untuk kebutuhan operasional mereka. Dengan demikian, sampah plastik tidak lagi menjadi masalah dan hasil dari pengolahan sampah plastik bisa menjadi nilai tambah dalam pemenuhan energi untuk masyarakat luas.

Ketika Sampah Plastik Menghantui Laut dan Wilayah Pesisir Indonesia

Sampah plastik terlihat mengapung di sepanjang pesisir pantai dekat dermaga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sejauh mata memandang, di tengah birunya laut Pulau Pramuka masih banyak sampah-sampah yang mampir ke pesisir pantainya. Selepas turun dari kapal, saya memperhatikan bagaimana sampah-sampah ini bisa menyapu lautan dan kembali lagi ke darat.

Menurut beberapa masyarakat lokal, pemandangan itu adalah hal biasa, bisa jadi juga sampah plastik itu merupakan sampah kiriman dari Jakarta akibat angin musim barat. Namun tak menutup kemungkinan pula, ada beberapa masyarakat yang masih membuang sampah rumah tangga mereka ke laut, seringkali tak ada pilihan bagi mereka.

“Kalau gak dibuang bau mbak, biasanya kalau gak diambil petugas, ya dibuang ke laut” terang salah satu pedagang di Pulau Pramuka, selepas kegiatan volunteer yang saya lakukan untuk mendata rumah tangga yang memilah sampah di Pulau Pramuka.

Pada tahun 2015, dunia digemparkan dengan hasil riset dari Jenna Jambeck yang menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah China.

Riset yang fenomenal ini kemudian membuat berbagai gerakan pengelolaan dan pengolahan sampah laut mulai muncul. Salah satunya adalah Pulau Pramuka, pada tahun 2020 saya berkesempatan melakukan kegiatan volunteer bersama Yayasan Get Plastic Indonesia, sebuah organisasi yang berfokus pada pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi BBM melalui proses pirolisis.

Pulau Pramuka menjadi salah satu wilayah yang diintervensi untuk piloting mesin pirolisis ini, bekerjasama dengan Yayasan Rumah Literasi Hijau, program ini menjadi salah satu jawaban untuk menyelesaikan sampah plastik yang ada di wilayah pesisir, terutama sampah-sampah plastik tak bernilai yang tidak diterima oleh pengepul atau bank sampah.

Sampah plastik tentu menjadi momok menakutkan bagi kita semua, terlebih wilayah pesisir yang secara akses jauh lebih sulit untuk mengakses sarana-sarana pengelolaan dan pengolahan sampah. Bahkan, untuk kasus Pulau Pramuka, mereka rutin mengirimkan sampah dari pulau ke TPA Bantar Gebang.

Inovasi yang mampu menjawab tantangan ini diperlukan sehingga permasalahan sampah terutama sampah plastik dapat diselesaikan secara langsung di wilayah pulau.

Pulau Pramuka, Bertahan dari Permasalahan Sampah Plastik
Sampah plastik bukan menjadi permasalahan baru di Indonesia, salah kelola dan sulitnya material plastik untuk terurai menjadi penyebab utama bahayanya sampah plastik bagi alam. Terlebih bagaimana sampah plastik ini berpengaruh di wilayah pesisir, dimana akses sarana TPA sangat minim, bahkan belum ada sistem pengolahan yang dapat menjawab tantangan ini.

Hal ini juga dikuatkan dengan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention On Biological Diversity) pada 2016, dimana dijelaskan bahwa sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies laut yang ada.

Sampah plastik menjadi salah satu yang bahaya, dimana ia menyebabkan terancamnya biota laut karena karakteristiknya yang sulit terurai secara alami. Hal yang lebih menyeramkan dijelaskan BBC (2021) dimana paus di Wakatobi memakan sebanyak 115 plastik dan sandal jepit, ancaman yang serius bagi biota laut kita hari ini.

Maraknya kasus-kasus kerusakan biota laut akibat sampah plastik, membuat Yayasan Get Plastic Indonesia jengah untuk membangun sistem pengolahan sampah plastik melalui pirolisis secara remote dengan mesin yang low-tech solusi ini dapat mengolah sampah plastik menjadi BBM sejenis solar dan bensin, selain itu mesin ini juga menghasilkan gas propilen dimana semua keluaran dari mesin ini dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional nelayan seperti bahan bakar kapal, gas propilen untuk menyalakan genset dan berbagai mesin lainnya yang disuplai oleh solar atau bensin.

Keberhasilan Pulau Pramuka dalam pilot pengolahan sampah plastik menjadi BBM ini juga berkat kerja keras dari Yayasan Rumah Literasi Hijau yang membuat program dapat berjalan dengan berkelanjutan.

Selain mengolah sampah dari tiap rumah tangga di Pulau Pramuka, Yayasan Rumah Literasi Hijau yang dikepalai oleh Ibu Mahariah Sandre juga menginisiasi program pengolahan sampah plastik untuk nelayan, dimana program ini dikenal dengan barter BBM berupa solar, dengan mekanisme nelayan mengumpulkan 3 kg sampah plastiknya dari laut untuk ditukarkan dengan 1 liter BBM hasil pirolisis.

Skema pengolahan sampah plastik ini dapat dijadikan salah satu opsi untuk mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut yang membahayakan biota laut.

Proses ini juga dapat dijadikan salah satu strategi bertahan dari kelangkaan solar di kemudian hari, jika pilot ini dapat dikembangkan lebih lanjut makan masyarakat pesisir akan memiliki nilai tawar terhadap kebutuhan energi di pulaunya sendiri. Selain mampu menjawab tantangan pengelolaan dan pengolahan sampah plastiknya, mereka juga mampu sintas dalam keadaan sulit akan akses energi.

Mengelola Sampah Plastik Menjadi Energi
Sepanjang tahun 2020-2021, pendampingan intensif dilakukan oleh Yayasan Get Plastic Indonesia untuk melihat bagaimana solusi pirolisis ini dapat menjangkau kebutuhan akan akses pengolahan sampah plastik di pesisir.

Program ini juga menjadi rujukan bagaimana cadangan energi dapat diupayakan apabila masyarakat mampu menggerakkan usaha kolektif dalam pengolahan sampah plastik ini.

Menurut catatan dari Yayasan Get Plastic Indonesia, sebanyak 279,9 kg sampah plastik diolah selama 2 bulan menjadi 184,31 liter BBM sejenis solar. Hasil keluaran dari metode ini menjadi salah satu catatan untuk kita dapat mengelola sampah plastik yang ada di pesisir agar tidak masuk dan mencemari ekosistem bawah laut kita lagi.

Seperti yang dijelaskan KLHK (2021) bahwa dalam 15 tahun terakhir Indonesia menghadapi tantangan besar dalam produksi sampah plastik karena jumlah dan fraksi sampah plastik terus meningkat yang, dimana sebagian besar dihasilkan dari barang-barang plastik sekali pakai seperti kantong plastik, kemasan plastik fleksibel (sachet dan pouch), sedotan plastik, dan wadah busa plastik (styrofoam).

Plastik sekali pakai ini merupakan salah satu jenis yang sering ditemui di Pulau Pramuka, melalui metode pengelolaan sampah plastik menjadi energi ini, banyak harapan terucap agar perairan Indonesia dapat bersih dari sampah plastik dan masyarakat pesisirnya dapat menjadi pioner dalam penyelesaian masalah ini.

Posisi Perempuan dan Ekosistem Pesisir
Peran masyarakat pesisir dalam penjagaan ekosistem bawah laut menjadi salah satu yang utama, namun dimanakah posisi perempuan pesisir dalam keberlangsungan ekosistemnya?

Nyatanya, peran perempuan menjadi sangat krusial, entah apapun pekerjaannya dalam ekosistem kelautan. Hal ini dapat dilihat dari sosok Mahariah Sandre yang bergerak untuk membangun sistem pengolahan sampah di daerahnya di Pulau Pramuka. Ia mengambil ranah-ranah pekerjaan yang vital dan mampu membangun keberlangsungan lingkungan di Pulau Pramuka.

Posisi lain dari perempuan pesisir juga sudah seharusnya ditilik dalam kaitannya dengan penjagaan keanekaragaman hayati. Anita Dhewy dalam Jurnal Perempuan ke 95 mengenai Perempuan Nelayan juga menjelaskan bahwa analisa posisi perempuan dalam menjaga laut menjadi penting agar produktivitas dan keadilan terhadap perempuan juga terjamin.

Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan advokasi mengenai kesetaraan gender, membentuk “champions” (yang dapat memajukan hak-hak perempuan nelayan), kerja sama dengan peneliti dan para ahli kebijakan.

Koalisi besar ini dibutuhkan antara LSM, pemerintah, peneliti dan akademisi. Banyak pengalaman menunjukkan bahwa lensa gender dibutuhkan dalam memformulasi kebijakan perikanan yang menitikberatkan pada hak-hak perempuan.

Hal yang baik sudah ditunjukkan salah satunya di Pulau Pramuka, harapannya adalah posisi perempuan pesisir mampu meneropong isu keberlanjutan ekosistem laut termasuk dari ancaman sampah, sehingga tak ada lagi sampah-sampah plastik yang hanyut dan menyebabkan rusaknya ekosistem laut Indonesia.

Penulis: Ayu Pawitri

tulisan ini telah terbit di lautsehat.id, diterbitkan ulang untuk kebutuhan non-profit.

Kami Butuh Bantuanmu Untuk Mengolah Sampah Plastik Menjadi BBM

Apa yang sedang terjadi?

Kerusakan lingkungan akibat meningkatnya sampah plastik dan krisis energi merupakan masalah global yang mengancam keberlangsungan kehidupan manusia. Dalam setiap detik, plastik dibuang ke tanah, sungai, atau laut kita. Tingginya permintaan penggunaan produk plastik tanpa dibarengi dengan kesadaran akan perilaku bijak berplastik, mempercepat produksi kebocoran sampah plastik.

Tentang Inovasi Mesin Pirolisis

Mesin pirolisis telah banyak dikembangkan di berbagai dunia. Dengan metode distilasi kering, mesin ini tidak membutuhkan oksigen dalam proses pemanasannya sehingga tidak ada asap yang keluar dari proses ini. Mesin pirolisis yang dikembangkan Get Plastic berbeda karena kami berusaha untuk terus mengembangkan mesin pirolisis ini. Sampai saat ini kami memiliki desain mesin yang mengubah sampah plastik 1:1 menjadi pyro-diesel. Kami juga terus mengembangkan inovasi mesin ini agar dapat digunakan di seluruh wilayah dunia.

Pengalaman Get Plastic

Get Plastic telah berhasil melakukan Sustainable Tour (Tur Berkelanjutan), dan proyek kami saat ini akan menjadi versi yang lebih besar dari sebelumnya. Tur berkelanjutan pertama kami mulai pada tahun 2018, di mana kami berkendara sejauh 1200 km dari Jakarta ke Bali dengan Vespa ikonik kami yang digerakkan oleh mesin pirolisis. Seperti tur kami yang akan datang, kami juga akan mengadakan lokakarya dan mendidik masyarakat setempat tentang polusi plastik dan solusi mesin pirolisis dari kami. Kami juga telah menerima penghargaan REKOR MURI untuk proyek kami yang inovatif dan berdampak.

Pada tahun 2019, kami memenangkan Social Innovation Fund oleh Allianz German untuk teknologi dan inovasi sampah plastik.

Di tahun 2020, kami memulai tour menggunakan Mobil berbahan bakar sampah plastik dari Bali ke Jakarta sejauh 1300 km. Semua kegiatan didanai oleh gerakan kolektif kami.

Sekarang, kami ingin meningkatkan tur berkelanjutan: membuatnya lebih lama, lebih berdampak, menargetkan bagian lain dari Indonesia. Kali ini, kami akan menjalankan tidak hanya Vespa kami tetapi juga dua mobil, truk, dan genset lainnya dengan bahan bakar plastik yang akan membuktikan betapa layak solusi pirolisis dari kami. Dalam tour ini kami juga mendonasikan 4 buah mesin pyrolysis dengan kapasitas 100 kg ke setiap kota yang kami kunjungi.

Kami Membutuhkan Bantuan Kalian!

Dikarenakan minimnya pengelolaan sampah plastik di Indonesia, kami sebagai organisasi independen menggagas tur musik yang bertajuk Get The Fest, kami akan keliling ke 5 kota di Indonesia dengan 9 transportasi berbahan bakar sampah plastik, kami juga menggelar konser musik bersama musisi di Indonesia. Dimana setiap kota menggunakan genset yang berbahan bakar sampah plastik.

Kami akan mengolah 25 ton plastik menjadi 23.000 liter bahan bakar untuk perjalanan dari Bogor, Yogyakarta, Surabaya, Banyuwangi, dan Bali. Sepanjang perjalanan, kami akan tinggal selama 1 minggu di setiap kota untuk melakukan workshop, edukasi, dan sosialisasi tentang pengelolaan sampah plastik.

Bagaimana Donasi Ini Akan Digunakan?

Donasi kalian akan digunakan untuk biaya kampanye ambisius kami selama 2 bulan yang dijalankan oleh tim Musisi, Artis, dan Get Plastic. Dengan bantuan Anda, kami akan dapat memenuhi tujuan kami untuk menjangkau masyarakat lokal melalui konser musik kami yang ditenagai oleh bahan bakar sampah plastik, memproses 25 ton sampah plastik di setiap kota yang kami kunjungi, dan menyumbangkan mesin pirolisis kepada masyarakat setempat. Kami akan mendorong agenda global pada KTT G-20 di Bali tentang transisi energi berkelanjutan.

100% donasi kalian akan langsung digunakan untuk mendukung tur musik Get The Fest keliling lima kota di Indonesia melalui pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar. Kalian dapat membantu kami dengan memberikan apa yang kalian bisa dan membagikan kampanye secara luas. Setiap bantuan kalian sangat berarti. Kalian juga dapat melihat proyek kami ini di Instagram kami @getplastic_id atau website kami www.getplastic.id. Untuk berdonasi kalian dapat klik link donasi ini.

DONASI DISINI

100% donasimu akan digunakan untuk mendukung gerakan ini