Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan budaya masyarakat lokalnya, salah satu budaya yang menarik dan mengakar bagi masyarakat Indonesia adalah kehadiran pasar tradisional yang bisa mengumpulkan pedagang dan pembeli dari berbagai kalangan. Rumekso Bhumi Festival berasal dari bahasa sanskerta dimana Rumekso berarti menjaga dan Bhumi berarti alam dunia, festival ini di inisiasi dari ide pasar tradisional di Indonesia yang masih menggunakan bahan dasar alami mulai dari pembuatan hingga proses pengemasannya. Rumekso Bhumi hadir pertama kali di Desa Cluring, Banyuwangi dengan konsep minimalis sampah plastik dan berfokus pada penggunaan kemasan dari daun alami.
Pada tahun 2023, Rumekso Bhumi hadir dengan nuansa alam di Alas Arum Heritage, Desa Adat Silungan, Lodtunduh, Ubud. Festival ini dilaksanakan selama dua hari, mulai dari tanggal 17-18 Juni di mana kebutuhan energi selama festival akan disuplai oleh energi dari pengolahan sampah plastik menjadi BBM oleh Yayasan Get Plastic Indonesia. Sebanyak kurang lebih 300 kg sampah plastik akan diolah menjadi BBM berbentuk solar untuk keperluan generator saat festival. Seluruh kebutuhan festival akan di organized oleh Get Plastic dan Antida Music Production.
Festival Rumekso Bhumi mengedepankan konsep “Menjaga Alam, Selaras Budaya” di mana untuk menjaga alam lokal di suatu masyarakat, kita harus menyelaraskannya dengan budaya lokal yang dijunjung masyarakat tersebut. Desa Silungan dipilih karena keasrian hutan desanya serta terdapat panganan khas berupa Tape Silungan yang masih dijaga oleh masyarakat Silungan, Ubud sampai saat ini. Konsep festival ini akan mengajak masyarakat lokal secara lebih dekat untuk menjaga lingkungan selaras dengan alam.
Selama dua hari, pengunjung akan disuguhkan dengan banyak jajanan dan makanan tradisional dari para penjual yang berasal dari Bali. Festival juga akan dimeriahkan dengan workshop pengolahan sampah plastik menjadi BBM, workshop organik, pertunjukan tradisional serta pertunjukan musik dari artis yang tergabung dalam Rumekso Bhumi Festival.
Hal penting yang juga akan di highlight dari festival ini adalah penggunaan energi dari BBM sampah plastik dan mata uang yang berasal dari Kepeng Residue sisa pengolahan sampah plastik. Harapannya, melalui festival ini kesadaran masyarakat akan permasalahan sampah, terutama sampah plastik dapat terbuka sehingga terbentuk inovasi untuk mengelola dan mengolah sampah plastik dengan baik.
Get To Know Get Plastic Movement
Permasalahan sampah menjadi salah satu permasalahan yang krusial dan seperti tak ada ujungnya. Produksi sampah yang meningkat mulai dari skala rumah tangga, toko, hingga perusahaan skala besar membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi korban dari pola-pola kehidupan yang kurang bijak dalam mengelola sampah. Pola konsumtif yang terjadi hari ini dibarengi pula dengan sistem kapitalistik yang memproduksi barang-barang industri secara masal. Meningkatnya kebutuhan manusia terhadap produk-produk tersebut menghasilkan lebih banyak sampah dalam kehidupan sehari-hari kita.
Menurut jenisnya, secara umum sampah dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik termasuk sampah yang mudah terurai karena sampah jenis ini dihasilkan langsung oleh alam, sehingga apapun yang berasal dari alam maka akan mudah terurai di alam. Sementara itu, sampah jenis kedua merupakan sampah anorganik, sampah ini termasuk yang lebih sulit diurai tanah karena kandungan yang ada di dalamnya. Sampah anorganik atau yang biasa dikenal dengan sebutan sampah plastik menjadi permasalahan krusial yang kita hadapi hari-hari ini.
Merujuk data dari Mongabay (2019) produksi sampah di Bali mencapai angka 4.281 ton per harinya, dari data tersebut hanya 48% sampah yang dikelola dan 52% sisanya tidak dikelola dengan baik. Data tersebut menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan sampah di Bali belum mencapai pengelolaan yang maksimal dan signifikan. Sedikitnya jumlah sampah yang dikelola berujung pada penumpukan sampah di TPA. Menumpuknya sampah di TPA diperparah dengan bercampurnya sampah jenis organik dan anorganik yang membuat proses penguraian menjadi kurang maksimal.
Timbulan yang terjadi di TPA sebenarnya membawa kerugian yang berlipat, selain sampah yang tercampur dan tidak terurai dengan baik, sampah yang menumpuk juga cenderung bocor ke pantai dan menyebabkan kerusakan ekologi yang lebih buruk, ditambah lagi potensi kebakaran pada TPA yang mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Sebanyak 50% sampah di Bali berasal dari tiga kabupaten yaitu Badung, Gianyar dan Denpasar, dari sampah yang dibuang tersebut 70% diantaranya berakhir di TPA Suwung, Denpasar. Banyaknya kabupaten yang membuang sampahnya di TPA Suwung membuat timbunan sampah di Suwung membludak. Kapasitas yang membludak tersebut juga berimbas pada larangan bagi Kabupaten Badung untuk membuang sampah mereka ke TPA Suwung. Larangan tersebut membuat pemangku kebijakan di Kabupaten Badung secara khusus menyiapkan strategi pengolahan sampah yang baru.
Metode Alternatif
Badung sebagai salah satu kabupaten yang menyumbang sampah ke TPA Suwung mulai menggalakkan kampanye olah sampah dari rumah masing-masing. Strategi tersebut dilakukan lantaran sarana dan prasarana dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) belum juga rampung. Sampah-sampah rumah tangga kemudian diolah di rumah dengan memisahkan sampah organik dan dijadikan kompos, kemudian sampah anorganik dipilah untuk dikumpulkan pada bank sampah di masing-masing banjar. Meski demikian, belum ada penilaian yang pasti terhadap keberhasilan langkah tersebut sebab di beberapa desa salah satunya desa yang saya tinggali di Desa Darmasaba, sampah rumah tangga belum dipilah dengan baik dan hanya dikumpulkan dan diambil oleh petugas sampah keliling yang diinisiasi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kurangnya kesadaran dan edukasi terhadap warga juga menjadi faktor sampah tersebut tidak diolah dengan baik dan hanya ditampung di TPS/TPA.
Di sisi lain, upaya untuk mengelola sampah juga marak dikampanyekan oleh beberapa Non Government Organization (NGO) yang ada di Bali, berbagai latar belakang NGO bergerak untuk menuntaskan permasalahan lingkungan terutama sampah yang ada di Bali. Salah satu NGO yang berfokus pada permasalahan sampah plastik adalah Get Plastic Foundation. Sejak tahun 2017 Get Plastic Foundation resmi berbadan hukum dan menginisiasi gerakan tarik plastik atau yang kemudian disingkat dengan sebutan Get Plastic. Berbasis di Desa Sibangkaja, Abiansemal, Badung organisasi non-profit ini tumbuh dan melakukan kerja-kerja terkait pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Sebagai organisasi non-profit, Get Plastic memiliki visi meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah plastik menjadi BBM dengan alat yang mereka kembangkan secara mandiri. Kerja-kerja yang mereka lakukan ditunjukkan melalui kegiatan pendampingan pada desa-desa di Indonesia termasuk Bali dan Jawa. Di Bali sendiri pendampingan dilakukan di daerah Singaraja dan Abiansemal. Sementara di Jawa pendampingan dilakukan pada desa di Banyuwangi dan Pulau Pramuka, Jakarta. Pendampingan dan edukasi pada desa-desa dilakukan dengan tujuan awal mereka menarik sampah plastik mulai dari skala terkecil yaitu desa. Hal ini dilakukan karena penyelesaian masalah sampah plastik akan teratasi jika masyarakat dapat secara sadar memahami pengolahan sampah mereka sejak awal secara mandiri.
Get Plastic sendiri menginisiasi sebuah alat pengolahan sampah plastik yang mereka kembangkan secara mandiri, metode yang digunakan dalam pengolahan sampah plastik ini adalah metode pirolisis. Metode pirolisis pertama kali ditemukan di Jepang dan dijadikan metode untuk melakukan pengolahan sampah plastik yang sulit terurai. Pirolisis adalah metode dekomposisi bahan organik yang terdapat pada sampah plastik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen dan pereaksi kimia lainnya. Proses dekomposisi tersebut yang nantinya akan menghasilkan output berupa bahan bakar solar dan bensin. Get Plastic sendiri mengembangkan alat yang sebelumnya dirangkai menggunakan bahan bekas, namun untuk mewujudkan misi yang lebih luas alat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahan stainless steel untuk mendukung daya alat yang lebih kuat dan tahan lama. Komponen yang digunakan dalam alat tersebut terdiri dari komponen reaktor, kondensor, tabung penyimpanan minyak, serta penyaring gas dengan teknik hidrokarbon.
Menginisiasi Tur Berbahan Bakar Sampah Plastik
Pada tahun 2018, Dimas Bagus Wijanarko salah satu Founder Get Plastic menginisiasi sebuah perjalanan ramah lingkungan sejauh 1200 km. Perjalanan ramah lingkungan (sustainable tour) tersebut dilakukan dengan mengendarai motor Vespa yang sepenuhnya diisi menggunakan bahan bakar dari hasil olahan sampah plastik. Perjalanan dari Jakarta-Bali tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai perjalanan terjauh dengan Vespa dan menggunakan bahan bakar dari olahan sampah plastik. Perjalanan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa sampah plastik yang susah diurai nyatanya mampu diubah menjadi bahan bakar solar dan bensin. Selain itu, tentu saja tujuan utama untuk mengatasi permasalahan sampah plastik mampu dilakukan dengan metode pirolisis tersebut.
Hingga kini perjalanan ramah lingkungan masih terus diupayakan untuk memberi informasi dan membangun kesadaran kepada khalayak luas bahwasanya sampah plastik masih dapat diolah menjadi energi baru seperti bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Kerja-kerja yang diupayakan Get Plastic juga menitip harapan terkait penyelesaian permasalahan sampah plastik sesegera mungkin, sebab permasalahan sampah yang tak ada ujungnya hanya akan mewariskan beban dan dampak buruk ekologi bagi generasi mendatang. Sejalan dengan taglinenya No Plastic Goes to Waste, Get Plastic memberi harapan baru bahwa tak ada satu sampah plastik pun yang akan terbuang sia-sia.
Live In dan Belajar di Get Plastic
Setiap tahunnya Get Plastic menerima kunjungan dari mahasiswa dari berbagai kampus serta volunteer yang berasal dari berbagai negara dengan beragam latar belakang. Kunjungan yang dilakukan adalah untuk mengenal Yayasan Get Plastic Indonesia serta mempelajari proses pengelolaan dan pengolahan sampah plastiK menjadi Bahan Bakar Minyak dengan proses pirolisis yang dilakukan oleh Get Plastic.
Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi BBM kepada mahasiswa dan masyarakat umum yang memiliki ketertarikan terhadap isu lingkungan khususnya pengolahan sampah menjadi BBM agar dapat menjadi inspirasi penanganan permasalahan sampah plastik di lingkungan.
Program kunjungan dan live in ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi mahasiswa yang ingin magang. Selain menyasar mahasiswa, program belajar di Get Plastic juga menyasar masyarakat umum dan komunitas agar dapat menjadi pengimbas manajemen sampah plastik terhadap lingkungan yang lebih luas. Program ini akan diselenggarakan dengan mengedepankan kegiatan sosialisasi rumah tangga terkait pemilahan sampah plastik, pelatihan dan pengolahan sampah plastik dengan pirolisis, serta distribusi output dari pengolahan sampah plastik kepada penerima manfaat.
Tujuan Program
Mengedukasi tentang pengolahan sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan proses pirolisis
Memberikan pemahaman terkait soft skill mahasiswa magang
Menjalin kerjasama dengan universitas untuk mendukung program Yayasan Get Plastic Indonesia terutama dalam program pendampingan masyarakat
Output Program
Hasil yang diharapkan diperoleh dari kegiatan ini:
Mahasiswa magang memahami inovasi pirolisis dan manajemen pengolahan sampah plastik menjadi BBM
Mahasiswa magang mampu merumuskan proyek akhir berupa mini program yang terkait dengan isu lingkungan
Mahasiswa magang mampu mengimplementasikan soft skill yang didapat dari program yang sudah dilakukan
Get Plastic Learning Centre – Yayasan Allianz Indonesia
“Sosialisasi tanpa implementasi hanya wacana belaka”.
Memberikan solusi secara nyata adalah salah satu misi getplastic menuju Indonesia bebas sampah plastik bukan bebas plastik.
Berangkat dari sebuah keperhatinan dan kepedulian akan keadaan bangsa ini sebagai negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik kami merasa perlu bergerak menemukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Mengikuti sebuah kompetisi dipenghujung tahun 2019 “Sosial Innovation Fund 2019” yang di adakan oleh Yayasan Allianz Indonesia dengan tema “Keberlangsungan lingkungan hidup serta pemberdayaan kaum muda”. Dan GetPlastic pun memenangkan kompetisi tersebut.
Kerjasama GetPlastic dan Yayasan Allianz Indonesia mulai berjalan di awal tahun 2020, Dimulai dengan pembangunan learning center yang berlokasi di rumah GetPlastic, Bali.
Di dalam progam pembangunan learning center ini akan ada tempat workshop sebagai sarana Getplastic untuk melakukan RnD mesin pengolahan sampah plastik menjadi BBM, selain itu ada juga rumah bambu yang akan kami gunakan sebagai tempat diskusi dan edukasi bagi pengunjung yang ingin mengetahui lebih banyak kegiatan kami (Get Plastic).