Rumekso Bhumi Festival di Bali

Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan budaya masyarakat lokalnya, salah satu budaya yang menarik dan mengakar bagi masyarakat Indonesia adalah kehadiran pasar tradisional yang bisa mengumpulkan pedagang dan pembeli dari berbagai kalangan. Rumekso Bhumi Festival berasal dari bahasa sanskerta dimana Rumekso berarti menjaga dan Bhumi berarti alam dunia, festival ini di inisiasi dari ide pasar tradisional di Indonesia yang masih menggunakan bahan dasar alami mulai dari pembuatan hingga proses pengemasannya. Rumekso Bhumi hadir pertama kali di Desa Cluring, Banyuwangi dengan konsep minimalis sampah plastik dan berfokus pada penggunaan kemasan dari daun alami.

Pada tahun 2023, Rumekso Bhumi hadir dengan nuansa alam di Alas Arum Heritage, Desa Adat Silungan, Lodtunduh, Ubud. Festival ini dilaksanakan selama dua hari, mulai dari tanggal 17-18 Juni di mana kebutuhan energi selama festival akan disuplai oleh energi dari pengolahan sampah plastik menjadi BBM oleh Yayasan Get Plastic Indonesia. Sebanyak kurang lebih 300 kg sampah plastik akan diolah menjadi BBM berbentuk solar untuk keperluan generator saat festival. Seluruh kebutuhan festival akan di organized oleh Get Plastic dan Antida Music Production.

Festival Rumekso Bhumi mengedepankan konsep “Menjaga Alam, Selaras Budaya” di mana untuk menjaga alam lokal di suatu masyarakat, kita harus menyelaraskannya dengan budaya lokal yang dijunjung masyarakat tersebut. Desa Silungan dipilih karena keasrian hutan desanya serta terdapat panganan khas berupa Tape Silungan yang masih dijaga oleh masyarakat Silungan, Ubud sampai saat ini. Konsep festival ini akan mengajak masyarakat lokal secara lebih dekat untuk menjaga lingkungan selaras dengan alam. 

Selama dua hari, pengunjung akan disuguhkan dengan banyak jajanan dan makanan tradisional dari para penjual yang berasal dari Bali. Festival juga akan dimeriahkan dengan workshop pengolahan sampah plastik menjadi BBM, workshop organik, pertunjukan tradisional serta pertunjukan musik dari artis yang tergabung dalam Rumekso Bhumi Festival.

Hal penting yang juga akan di highlight dari festival ini adalah penggunaan energi dari BBM sampah plastik dan mata uang yang berasal dari Kepeng Residue sisa pengolahan sampah plastik. Harapannya, melalui festival ini kesadaran masyarakat akan permasalahan sampah, terutama sampah plastik dapat terbuka sehingga terbentuk inovasi untuk mengelola dan mengolah sampah plastik dengan baik.

Get To Know Get Plastic Movement

Permasalahan sampah menjadi salah satu permasalahan yang krusial dan seperti tak ada ujungnya. Produksi sampah yang meningkat mulai dari skala rumah tangga, toko, hingga perusahaan skala besar membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi korban dari pola-pola kehidupan yang kurang bijak dalam mengelola sampah. Pola konsumtif yang terjadi hari ini dibarengi pula dengan sistem kapitalistik yang memproduksi barang-barang industri secara masal. Meningkatnya kebutuhan manusia terhadap produk-produk tersebut menghasilkan lebih banyak sampah dalam kehidupan sehari-hari kita.

Menurut jenisnya, secara umum sampah dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik termasuk sampah yang mudah terurai karena sampah jenis ini dihasilkan langsung oleh alam, sehingga apapun yang berasal dari alam maka akan mudah terurai di alam. Sementara itu, sampah jenis kedua merupakan sampah anorganik, sampah ini termasuk yang lebih sulit diurai tanah karena kandungan yang ada di dalamnya. Sampah anorganik atau yang biasa dikenal dengan sebutan sampah plastik menjadi permasalahan krusial yang kita hadapi hari-hari ini.

Merujuk data dari Mongabay (2019) produksi sampah di Bali mencapai angka 4.281 ton per harinya, dari data tersebut hanya 48% sampah yang dikelola dan 52% sisanya tidak dikelola dengan baik. Data tersebut menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan sampah di Bali belum mencapai pengelolaan yang maksimal dan signifikan. Sedikitnya jumlah sampah yang dikelola berujung pada penumpukan sampah di TPA. Menumpuknya sampah di TPA diperparah dengan bercampurnya sampah jenis organik dan anorganik yang membuat proses penguraian menjadi kurang maksimal.

Timbulan yang terjadi di TPA sebenarnya membawa kerugian yang berlipat, selain sampah yang tercampur dan tidak terurai dengan baik, sampah yang menumpuk juga cenderung bocor ke pantai dan menyebabkan kerusakan ekologi yang lebih buruk, ditambah lagi potensi kebakaran pada TPA yang mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Sebanyak 50% sampah di Bali berasal dari tiga kabupaten yaitu Badung, Gianyar dan Denpasar, dari sampah yang dibuang tersebut 70% diantaranya berakhir di TPA Suwung, Denpasar. Banyaknya kabupaten yang membuang sampahnya di TPA Suwung membuat timbunan sampah di Suwung membludak. Kapasitas yang membludak tersebut juga berimbas pada larangan bagi Kabupaten Badung untuk membuang sampah mereka ke TPA Suwung. Larangan tersebut membuat pemangku kebijakan di Kabupaten Badung secara khusus menyiapkan strategi pengolahan sampah yang baru.

Metode Alternatif

Badung sebagai salah satu kabupaten yang menyumbang sampah ke TPA Suwung mulai menggalakkan kampanye olah sampah dari rumah masing-masing. Strategi tersebut dilakukan lantaran sarana dan prasarana dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) belum juga rampung. Sampah-sampah rumah tangga kemudian diolah di rumah dengan memisahkan sampah organik dan dijadikan kompos, kemudian sampah anorganik dipilah untuk dikumpulkan pada bank sampah di masing-masing banjar. Meski demikian, belum ada penilaian yang pasti terhadap keberhasilan langkah tersebut sebab di beberapa desa salah satunya desa yang saya tinggali di Desa Darmasaba, sampah rumah tangga belum dipilah dengan baik dan hanya dikumpulkan dan diambil oleh petugas sampah keliling yang diinisiasi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kurangnya kesadaran dan edukasi terhadap warga juga menjadi faktor sampah tersebut tidak diolah dengan baik dan hanya ditampung di TPS/TPA.

Di sisi lain, upaya untuk mengelola sampah juga marak dikampanyekan oleh beberapa Non Government Organization (NGO) yang ada di Bali, berbagai latar belakang NGO bergerak untuk menuntaskan permasalahan lingkungan terutama sampah yang ada di Bali. Salah satu NGO yang berfokus pada permasalahan sampah plastik adalah Get Plastic Foundation. Sejak tahun 2017 Get Plastic Foundation resmi berbadan hukum dan menginisiasi gerakan tarik plastik atau yang kemudian disingkat dengan sebutan Get Plastic. Berbasis di Desa Sibangkaja, Abiansemal, Badung organisasi non-profit ini tumbuh dan melakukan kerja-kerja terkait pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).

Sebagai organisasi non-profit, Get Plastic memiliki visi meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah plastik menjadi BBM dengan alat yang mereka kembangkan secara mandiri. Kerja-kerja yang mereka lakukan ditunjukkan melalui kegiatan pendampingan pada desa-desa di Indonesia termasuk Bali dan Jawa. Di Bali sendiri pendampingan dilakukan di daerah Singaraja dan Abiansemal. Sementara di Jawa pendampingan dilakukan pada desa di Banyuwangi dan Pulau Pramuka, Jakarta. Pendampingan dan edukasi pada desa-desa dilakukan dengan tujuan awal mereka menarik sampah plastik mulai dari skala terkecil yaitu desa. Hal ini dilakukan karena penyelesaian masalah sampah plastik akan teratasi jika masyarakat dapat secara sadar memahami pengolahan sampah mereka sejak awal secara mandiri.

Get Plastic sendiri menginisiasi sebuah alat pengolahan sampah plastik yang mereka kembangkan secara mandiri, metode yang digunakan dalam pengolahan sampah plastik ini adalah metode pirolisis. Metode pirolisis pertama kali ditemukan di Jepang dan dijadikan metode untuk melakukan pengolahan sampah plastik yang sulit terurai. Pirolisis adalah metode dekomposisi bahan organik yang terdapat pada sampah plastik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen dan pereaksi kimia lainnya. Proses dekomposisi tersebut yang nantinya akan menghasilkan output berupa bahan bakar solar dan bensin. Get Plastic sendiri mengembangkan alat yang sebelumnya dirangkai menggunakan bahan bekas, namun untuk mewujudkan misi yang lebih luas alat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahan stainless steel untuk mendukung daya alat yang lebih kuat dan tahan lama. Komponen yang digunakan dalam alat tersebut terdiri dari komponen reaktor, kondensor, tabung penyimpanan minyak, serta penyaring gas dengan teknik hidrokarbon.

Menginisiasi Tur Berbahan Bakar Sampah Plastik

Pada tahun 2018, Dimas Bagus Wijanarko salah satu Founder Get Plastic menginisiasi sebuah perjalanan ramah lingkungan sejauh 1200 km. Perjalanan ramah lingkungan (sustainable tour) tersebut dilakukan dengan mengendarai motor Vespa yang sepenuhnya diisi menggunakan bahan bakar dari hasil olahan sampah plastik. Perjalanan dari Jakarta-Bali tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai perjalanan terjauh dengan Vespa dan menggunakan bahan bakar dari olahan sampah plastik. Perjalanan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa sampah plastik yang susah diurai nyatanya mampu diubah menjadi bahan bakar solar dan bensin. Selain itu, tentu saja tujuan utama untuk mengatasi permasalahan sampah plastik mampu dilakukan dengan metode pirolisis tersebut.

Hingga kini perjalanan ramah lingkungan masih terus diupayakan untuk memberi informasi dan membangun kesadaran kepada khalayak luas bahwasanya sampah plastik masih dapat diolah menjadi energi baru seperti bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Kerja-kerja yang diupayakan Get Plastic juga menitip harapan terkait penyelesaian permasalahan sampah plastik sesegera mungkin, sebab permasalahan sampah yang tak ada ujungnya hanya akan mewariskan beban dan dampak buruk ekologi bagi generasi mendatang. Sejalan dengan taglinenya No Plastic Goes to Waste, Get Plastic memberi harapan baru bahwa tak ada satu sampah plastik pun yang akan terbuang sia-sia.

2023 Recap at Get Plastic Learning Centre

Sebentar lagi tahun 2023 berganti, tak terasa banyak sekali hal-hal luar biasa yang diupayakan oleh kawan-kawan Get Plastic. Get Plastic Learning Centre selalu hadir menyediakan ruang untuk menjalin kreativitas dalam pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi energi.

Di tahun 2023 ini kami berkesempatan untuk memperluas cakupan wilayah dampingan kami hingga ke Pulau Harapan, Bogor, Pulau Bungin, dan Papua. Selain memperluas mitra dampingan dan menjalankan waste management berbasis pengolahan akhir dengan teknologi pirolisis, kami pun melakukan kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di Get Plastic Learning Centre, Bali.

Setiap tahunnya, Get Plastic mengedukasi rumah tangga dan warung di sekitar Get Plastic agar mereka memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan sampah plastik mulai dari hulu sampahnya. Tanggung jawab ini penting untuk menyelesaikan sampah plastik langsung dari sumbernya. Di tahun 2023, sebanyak 30 donatur berhasil kami sasar dan mereka mendonasikan sampah plastiknya ke Get Plastic Learning Centre.

Dari 30 donatur ini, kami berhasil mengumpulkan sampah plastik low-value sebanyak 1,6 ton. Semua sampah plastik ini dipilah langsung dan diolah menjadi bahan bakar minyak. Yang menarik adalah, seluruh hasil dari proses pengolahan sampah plastik ini didonasikan kepada petani, rumah tangga, atau mitra Get Plastic yang membutuhkan solar untuk kebutuhan operasional mereka. Dengan demikian, sampah plastik tidak lagi menjadi masalah dan hasil dari pengolahan sampah plastik bisa menjadi nilai tambah dalam pemenuhan energi untuk masyarakat luas.

Get Plastic Goes to Raja Ampat

Kegiatan pelatihan Get Plastic ini, hadir atas kerjasama program bersama komunitas Orang Kawe di Teluk Alyui, Raja Ampat, Papua. Kegiatan ini berlangsung selama 7 hari yaitu dari tanggal 18 Agustus 2023 - 24 Agustus 2023. Tim Get Plastic yang terlibat dalam kegiatan selama pelatihan di Alyui, Papua adalah Cresentiana Grace Endo, Didit Galih Sumono, Samiun Muttaqin, dan Rocky Ferico. 

Kegiatan pelatihan ini meliputi pengoperasian mesin pirolisis GPM 14, pelatihan pemilahan sampah plastik, pelatihan pemanfaatan residu sisa pengolahan sampah plastik, dan pelatihan perawatan mesin pirolisis GPM 14. Pelatihan intensif selama 7 hari diikuti oleh 6 orang yang terdiri dari petugas penanganan sampah (sebagai pemilah sampah), tim bengkel dan kelistrikan (sebagai operator mesin) dari Alyui.

Pelatihan in juga sekaligus mengedukasi anak-anak SD Selpele, dan ibu-ibu pengrajin di Desa Selpele yang berlokasi dekat dengan site pyrolysis. Dari pelatihan dan edukasi ini, diharapkan semua peserta yang terlibat dapat bertanggung jawab dalam mengolah sampah plastik yang dihasilkan setiap harinya. Serta dapat menggunakan hasil pengolahan dari sampah plastik untuk kebutuhan BBM disana.

Kondisi Awal Lokasi Penempatan Mesin

Penempatan mesin pirolisis GPM 14 kali ini bekerjasama dengan tim penangkaran mutiara yang sadar akan kebersihan lingkungan di lokasi, mereka memiliki petugas khusus untuk menjaga kebersihan lingkungan dan menangani masalah sampah. Terlihat juga mereka memiliki tempat sampah berdasarkan jenis sampah di setiap sudut tempat yang dibagi menjadi sampah plastik, sampah kertas, sampah botol kaca, dan sampah botol plastik. Dominasi sampah yang ada disana adalah sampah plastik, sampah tali dan jaring-jaring.

Untuk mengolah sampah-sampah ini mereka memiliki mesin penghancur kaca untuk sampah botol, mesin pencacah dan mesin press untuk sampah plastik jenis HDPE. Sedangkan untuk pengolahan sampah organik sisa makanan dan dapur mereka menyimpannya dalam tempat khusus dan setiap harinya mereka berlayar ke tengah laut untuk memberikan sampah organik ini pada ikan-ikan di laut. Untuk sampah-sampah yang tidak bisa terolah selama ini akan dibakar di tempat pembakaran.

Tim lokal disana juga sudah mulai memisahkan sampah plastik berdasarkan bentuknya dan memisahkan sampah tali dan sampah jaring-jaring. Namun, tim lokal belum memahami pemilahan sampah plastik berdasarkan jenisnya. Kondisi sampah yang diperoleh dari lingkungan kerja terkadang masih basah dan bercampur dengan organik.

Live In dan Belajar di Get Plastic

Setiap tahunnya Get Plastic menerima kunjungan dari mahasiswa dari berbagai kampus serta volunteer yang berasal dari berbagai negara dengan beragam latar belakang. Kunjungan yang dilakukan adalah untuk mengenal Yayasan Get Plastic Indonesia serta mempelajari proses pengelolaan dan pengolahan sampah plastiK menjadi Bahan Bakar Minyak dengan proses pirolisis yang dilakukan oleh Get Plastic. 

Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi BBM kepada mahasiswa dan masyarakat umum yang memiliki ketertarikan terhadap isu lingkungan khususnya pengolahan sampah menjadi BBM agar dapat menjadi inspirasi penanganan permasalahan sampah plastik di lingkungan. 

Program kunjungan dan live in ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi mahasiswa yang ingin magang. Selain menyasar mahasiswa, program belajar di Get Plastic juga menyasar masyarakat umum dan komunitas agar dapat menjadi pengimbas manajemen sampah plastik terhadap lingkungan yang lebih luas. Program ini akan diselenggarakan dengan mengedepankan kegiatan sosialisasi rumah tangga terkait pemilahan sampah plastik, pelatihan dan pengolahan sampah plastik dengan pirolisis, serta distribusi output dari pengolahan sampah plastik kepada penerima manfaat.

Tujuan Program

  1. Mengedukasi tentang pengolahan sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan proses pirolisis
  2. Memberikan pemahaman terkait soft skill mahasiswa magang
  3. Menjalin kerjasama dengan universitas untuk mendukung program Yayasan Get Plastic Indonesia terutama dalam program pendampingan masyarakat

Output Program

Hasil yang diharapkan diperoleh dari kegiatan ini:

  1. Mahasiswa magang memahami inovasi pirolisis dan manajemen pengolahan sampah plastik menjadi BBM
  2. Mahasiswa magang mampu merumuskan proyek akhir berupa mini program yang terkait dengan isu lingkungan
  3. Mahasiswa magang mampu mengimplementasikan soft skill yang didapat dari program yang sudah dilakukan

Ketika Sampah Plastik Menghantui Laut dan Wilayah Pesisir Indonesia

Sampah plastik terlihat mengapung di sepanjang pesisir pantai dekat dermaga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sejauh mata memandang, di tengah birunya laut Pulau Pramuka masih banyak sampah-sampah yang mampir ke pesisir pantainya. Selepas turun dari kapal, saya memperhatikan bagaimana sampah-sampah ini bisa menyapu lautan dan kembali lagi ke darat.

Menurut beberapa masyarakat lokal, pemandangan itu adalah hal biasa, bisa jadi juga sampah plastik itu merupakan sampah kiriman dari Jakarta akibat angin musim barat. Namun tak menutup kemungkinan pula, ada beberapa masyarakat yang masih membuang sampah rumah tangga mereka ke laut, seringkali tak ada pilihan bagi mereka.

“Kalau gak dibuang bau mbak, biasanya kalau gak diambil petugas, ya dibuang ke laut” terang salah satu pedagang di Pulau Pramuka, selepas kegiatan volunteer yang saya lakukan untuk mendata rumah tangga yang memilah sampah di Pulau Pramuka.

Pada tahun 2015, dunia digemparkan dengan hasil riset dari Jenna Jambeck yang menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah China.

Riset yang fenomenal ini kemudian membuat berbagai gerakan pengelolaan dan pengolahan sampah laut mulai muncul. Salah satunya adalah Pulau Pramuka, pada tahun 2020 saya berkesempatan melakukan kegiatan volunteer bersama Yayasan Get Plastic Indonesia, sebuah organisasi yang berfokus pada pengelolaan dan pengolahan sampah plastik menjadi BBM melalui proses pirolisis.

Pulau Pramuka menjadi salah satu wilayah yang diintervensi untuk piloting mesin pirolisis ini, bekerjasama dengan Yayasan Rumah Literasi Hijau, program ini menjadi salah satu jawaban untuk menyelesaikan sampah plastik yang ada di wilayah pesisir, terutama sampah-sampah plastik tak bernilai yang tidak diterima oleh pengepul atau bank sampah.

Sampah plastik tentu menjadi momok menakutkan bagi kita semua, terlebih wilayah pesisir yang secara akses jauh lebih sulit untuk mengakses sarana-sarana pengelolaan dan pengolahan sampah. Bahkan, untuk kasus Pulau Pramuka, mereka rutin mengirimkan sampah dari pulau ke TPA Bantar Gebang.

Inovasi yang mampu menjawab tantangan ini diperlukan sehingga permasalahan sampah terutama sampah plastik dapat diselesaikan secara langsung di wilayah pulau.

Pulau Pramuka, Bertahan dari Permasalahan Sampah Plastik
Sampah plastik bukan menjadi permasalahan baru di Indonesia, salah kelola dan sulitnya material plastik untuk terurai menjadi penyebab utama bahayanya sampah plastik bagi alam. Terlebih bagaimana sampah plastik ini berpengaruh di wilayah pesisir, dimana akses sarana TPA sangat minim, bahkan belum ada sistem pengolahan yang dapat menjawab tantangan ini.

Hal ini juga dikuatkan dengan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention On Biological Diversity) pada 2016, dimana dijelaskan bahwa sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies laut yang ada.

Sampah plastik menjadi salah satu yang bahaya, dimana ia menyebabkan terancamnya biota laut karena karakteristiknya yang sulit terurai secara alami. Hal yang lebih menyeramkan dijelaskan BBC (2021) dimana paus di Wakatobi memakan sebanyak 115 plastik dan sandal jepit, ancaman yang serius bagi biota laut kita hari ini.

Maraknya kasus-kasus kerusakan biota laut akibat sampah plastik, membuat Yayasan Get Plastic Indonesia jengah untuk membangun sistem pengolahan sampah plastik melalui pirolisis secara remote dengan mesin yang low-tech solusi ini dapat mengolah sampah plastik menjadi BBM sejenis solar dan bensin, selain itu mesin ini juga menghasilkan gas propilen dimana semua keluaran dari mesin ini dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional nelayan seperti bahan bakar kapal, gas propilen untuk menyalakan genset dan berbagai mesin lainnya yang disuplai oleh solar atau bensin.

Keberhasilan Pulau Pramuka dalam pilot pengolahan sampah plastik menjadi BBM ini juga berkat kerja keras dari Yayasan Rumah Literasi Hijau yang membuat program dapat berjalan dengan berkelanjutan.

Selain mengolah sampah dari tiap rumah tangga di Pulau Pramuka, Yayasan Rumah Literasi Hijau yang dikepalai oleh Ibu Mahariah Sandre juga menginisiasi program pengolahan sampah plastik untuk nelayan, dimana program ini dikenal dengan barter BBM berupa solar, dengan mekanisme nelayan mengumpulkan 3 kg sampah plastiknya dari laut untuk ditukarkan dengan 1 liter BBM hasil pirolisis.

Skema pengolahan sampah plastik ini dapat dijadikan salah satu opsi untuk mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut yang membahayakan biota laut.

Proses ini juga dapat dijadikan salah satu strategi bertahan dari kelangkaan solar di kemudian hari, jika pilot ini dapat dikembangkan lebih lanjut makan masyarakat pesisir akan memiliki nilai tawar terhadap kebutuhan energi di pulaunya sendiri. Selain mampu menjawab tantangan pengelolaan dan pengolahan sampah plastiknya, mereka juga mampu sintas dalam keadaan sulit akan akses energi.

Mengelola Sampah Plastik Menjadi Energi
Sepanjang tahun 2020-2021, pendampingan intensif dilakukan oleh Yayasan Get Plastic Indonesia untuk melihat bagaimana solusi pirolisis ini dapat menjangkau kebutuhan akan akses pengolahan sampah plastik di pesisir.

Program ini juga menjadi rujukan bagaimana cadangan energi dapat diupayakan apabila masyarakat mampu menggerakkan usaha kolektif dalam pengolahan sampah plastik ini.

Menurut catatan dari Yayasan Get Plastic Indonesia, sebanyak 279,9 kg sampah plastik diolah selama 2 bulan menjadi 184,31 liter BBM sejenis solar. Hasil keluaran dari metode ini menjadi salah satu catatan untuk kita dapat mengelola sampah plastik yang ada di pesisir agar tidak masuk dan mencemari ekosistem bawah laut kita lagi.

Seperti yang dijelaskan KLHK (2021) bahwa dalam 15 tahun terakhir Indonesia menghadapi tantangan besar dalam produksi sampah plastik karena jumlah dan fraksi sampah plastik terus meningkat yang, dimana sebagian besar dihasilkan dari barang-barang plastik sekali pakai seperti kantong plastik, kemasan plastik fleksibel (sachet dan pouch), sedotan plastik, dan wadah busa plastik (styrofoam).

Plastik sekali pakai ini merupakan salah satu jenis yang sering ditemui di Pulau Pramuka, melalui metode pengelolaan sampah plastik menjadi energi ini, banyak harapan terucap agar perairan Indonesia dapat bersih dari sampah plastik dan masyarakat pesisirnya dapat menjadi pioner dalam penyelesaian masalah ini.

Posisi Perempuan dan Ekosistem Pesisir
Peran masyarakat pesisir dalam penjagaan ekosistem bawah laut menjadi salah satu yang utama, namun dimanakah posisi perempuan pesisir dalam keberlangsungan ekosistemnya?

Nyatanya, peran perempuan menjadi sangat krusial, entah apapun pekerjaannya dalam ekosistem kelautan. Hal ini dapat dilihat dari sosok Mahariah Sandre yang bergerak untuk membangun sistem pengolahan sampah di daerahnya di Pulau Pramuka. Ia mengambil ranah-ranah pekerjaan yang vital dan mampu membangun keberlangsungan lingkungan di Pulau Pramuka.

Posisi lain dari perempuan pesisir juga sudah seharusnya ditilik dalam kaitannya dengan penjagaan keanekaragaman hayati. Anita Dhewy dalam Jurnal Perempuan ke 95 mengenai Perempuan Nelayan juga menjelaskan bahwa analisa posisi perempuan dalam menjaga laut menjadi penting agar produktivitas dan keadilan terhadap perempuan juga terjamin.

Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan advokasi mengenai kesetaraan gender, membentuk “champions” (yang dapat memajukan hak-hak perempuan nelayan), kerja sama dengan peneliti dan para ahli kebijakan.

Koalisi besar ini dibutuhkan antara LSM, pemerintah, peneliti dan akademisi. Banyak pengalaman menunjukkan bahwa lensa gender dibutuhkan dalam memformulasi kebijakan perikanan yang menitikberatkan pada hak-hak perempuan.

Hal yang baik sudah ditunjukkan salah satunya di Pulau Pramuka, harapannya adalah posisi perempuan pesisir mampu meneropong isu keberlanjutan ekosistem laut termasuk dari ancaman sampah, sehingga tak ada lagi sampah-sampah plastik yang hanyut dan menyebabkan rusaknya ekosistem laut Indonesia.

Penulis: Ayu Pawitri

tulisan ini telah terbit di lautsehat.id, diterbitkan ulang untuk kebutuhan non-profit.

HPSN 2023, Get Plastic Bersama Anak-Anak TPA Suwung Memperingati Ledakan TPA Leuwigajah

Hari Peduli Sampah Nasional diperingati setiap tanggal 21 Februari setiap tahunnya, peringatan ini merupakan salah satu refleksi yang dilakukan atas peristiwa bencana kemanusiaan di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah, Cireundeu, Jawa Barat yang terjadi pada 21 Februari 2005. Ledakan gas metana pada TPA ini yang kemudian menyebabkan TPA meledak dan longsor hingga menimbun desa yang ada di bawah TPA Leuwigajah. Bencana ini menjadi tamparan keras sebab ratusan nyawa harus menjadi korban dalam peristiwa ini. 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat masih ada sebanyak 35,46% tempat pembuangan akhir (TPA) yang dikelola secara open dumping hingga Mei 2022. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah telah memberikan toleransi waktu 2 tahun untuk menyesuaikan pengelolaan sampah dari open dumping menjadi sanitary landfill juga agar pengelolaan sampah sesuai SOP yang telah ditetapkan. Namun, selama 14 tahun UU itu berlaku, TPA open dumping masih banyak ditemui di lingkungan masyarakat. 

Bahayanya TPA

Praktik ini yang menjadi salah satu penyebab ledakan dahsyat pada TPA. Bencana kemanusiaan ini akhirnya menjadi salah satu gerakan yang diinisiasi Get Plastic sejak tahun 2020 untuk melaksanakan refleksi dan peringatan bahwa pengelolaan dan pengolahan sampah yang tidak baik akan menyebabkan bencana yang tidak terhindarkan. Get Plastic sebagai sebuah organisasi yang fokus pada permasalahan sampah plastik menyikapi HPSN sebagai titik balik kita merefleksikan apa yang bisa kita lakukan hari ini untuk generasi Indonesia kedepannya.

Setiap tahunnya Get Plastic bergerak dan melaksanakan peringatan HPSN dengan tema yang berbeda-beda. Di tahun 2023 ini Get Plastic memfokuskan peringatan HPSN di TPA Suwung Denpasar, salah satu TPA terbesar yang ada di Bali dimana terdapat tiga kabupaten yang membuang sampah di tiap wilayahnya ke TPA Suwung ini. Sampai saat ini TPA Suwung tidak menerima sampah dari Kabupaten Badung dan Gianyar lagi, ditambah saat ini ada rencana bahwa TPA Suwung akan berhenti menerima sampah di bulan Januari 2023. 

Get Plastic menginisiasi peringatan HPSN dengan tema ‘’Generasi Penerus Bangsa Yang Peduli Sampah” dimana kegiatan ini akan menyasar anak-anak di sekitar TPA Suwung pada tanggal 21 Februari 2023 bertempat di Suwung Community Center Bali Life Foundation – TPA Suwung. Kegiatan ini akan diikuti oleh anak-anak Suwung Community Center (SCC) dengan rentang usia 9-13 tahun. Kegiatan akan difokuskan pada kegiatan edukasi berbasis permainan agar anak-anak SCC memahami dan sadar akan pentingnya menjaga alam mereka dari sampah terutama sampah plastik. Melalui kegiatan ini kami berharap dapat menumbuhkan kesadaran akan bahaya sampah plastik bagi lingkungan kita terutama di sekitar TPA.

Get The Fest Tour & Music Festival Energi dari BBM Sampah Plastik

Kegiatan Tour dan Festival Musik Get The Fest merupakan kegiatan yang disuplai dari bahan bakar sampah plastik, kegiatan ini dapat berjalan karena dukungan dari Pertamina sebagai sponsor rangkaian Tour dan Festival, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali yang mendukung terselenggaranya festival di Bali, didukung oleh Antida Musik sebagai organizer festival dengan lokasi festival di Njana Tilem Museum yang kental akan sejarah dan kebudayaan Balinya. 

Rangkaian Get The Fest Tour telah berakhir, tour ini memakan waktu selama 4 hari dengan total 3 kota yang sudah disinggahi oleh tim Get The Fest yaitu Kota Bogor, Madiun dan Denpasar. Adapun kebutuhan solar yang diperoleh dari mesin pirolisis ini telah mampu mengantarkan rombongan ke destinasi tujuan di Pulau Dewata, Bali.

Titik akhir perjalanan ramah lingkungan ini akan dilaksanakan di Bali dengan mengusung konsep Festival Musik dari Energi Sampah Plastik. Selama 24 jam festival ini akan dialiri solar dari hasil pengolahan sampah plastik. Total sekitar 420 liter solar digunakan untuk kegiatan puncak festival ini.

Puncak acara Get The Fest dibuka mulai dari jam 10.00 - 23.00 WITA dengan berbagai macam kegiatan di dalamnya seperti workshop, talkshow, community gathering dan tentunya konser musik dari berbagai musisi mulai dari Bali-Jakarta. Musisi dari Get The Fest pun akan turut menghadiri konferensi pers yang diselenggarakan di The Ambengan Tenten, Denpasar untuk menceritakan konsep dari Festival Musik dengan energi dari sampah plastik ini.

Festival ini akan dimeriahkan oleh berbagai macam musisi, lintas usia, genre dan wilayah. Get The Fest akan menampilkan Navicula, Jason Ranti, Iksan Skuter, Oppie Andaresta, Nugie, Cozy Republik, Ipank Hore-Hore, Made Mawut, Mad Madmen, Rhythm Rebels, Koesbilindo dan Taman Sawangan Ukulele.

Kampanye ini adalah milik masyarakat, Get The Fest menjadi salah satu media untuk menggabungkan metode pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di Indonesia. Selanjutnya publik yang juga akan menentukan keberlanjutan masa depan penanganan sampah plastik kita. 

Dukungan publik sangat diharapkan dalam kegiatan ini salah satunya dengan berpartisipasi dan memeriahkan festival musik dengan energi sampah plastik di Bali, tiket tersedia pada Loket.com. Untuk informasi selengkapnya dapat mengikuti postingan @getplastic_id dan @getthefest pada media sosial Instagram, Twitter dan Facebook.

Narahubung: Ayu 083119844936

Get The Fest Tour: Test Drive Bahan Bakar dari Sampah Plastik

Rangkaian Get The Fest kini tinggal beberapa minggu lagi, pembukaan Tour dan Konser musik pertama yang menggunakan energi dari BBM sampah plastik ini akan dimulai dari tanggal 9 Oktober 2022. Get The Fest Tour akan dibuka perdana, dimana Pemerintah Kota Bogor akan menjadi tuan rumah pembukaan Get The Fest. Balai Kota Bogor dipilih sebagai tempat seremonial pembukaan dan pelepasan rombongan Tour Get The Fest. 

Serangkaian kegiatan akan dilakukan seperti uji BBM dari sampah plastik oleh para undangan seperti Presiden RI, Kementerian lembaga, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bogor dan Pertamina sebagai sponsor dalam kegiatan ini. 

Dukungan lain juga diberikan oleh bank bjb untuk keberlanjutan pengolahan sampah plastik dengan mesin pirolisis di Kota Bogor. Momentum ini dimanfaatkan untuk mengkampanyekan pengolahan sampah pada masyarakat luas, salah satunya dengan aktivasi karaoke menggunakan BBM sampah plastik bertajuk Plastik Bersuara oleh musisi yang mendukung gerakan ini.

Perjalanan dari Bogor - Bali sejauh 1200 km ini ditempuh oleh rombongan Tour dengan transportasi Isuzu Chevrolet Luv dan Bus Mini ukuran ¾ yang akan diisi BBM sampah plastik. 

Total kebutuhan solar untuk tour ini sekitar 500 liter untuk dua kendaraan, stok solar ini diperoleh dari proses pengolahan sampah plastik menjadi BBM. Kebutuhan energi nantinya akan diperoleh secara langsung dari mesin yang dibawa dalam mobil Chevrolet. Saat ini tim Get The Fest telah mengolah sebanyak 700 kg sampah plastik untuk memenuhi kebutuhan solar pada saat Tour dan Festival nantinya.

Tagline dari kegiatan ini adalah Less Plastic More Energy jadi sebisa mungkin kami memanfaatkan sumber energi dari sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik. Harapannya melalui kegiatan ini bisa menjadi media kampanye yang efektif bagi masyarakat terutama terkait pengelolaan dan pengolahan sampah plastik di wilayah hulu.

Dukungan publik sangat diharapkan dalam kegiatan ini salah satunya dengan berpartisipasi pada kegiatan puncak festival di Bali, masyarakat dapat membeli tiket nya pada Loket.com. Untuk informasi selengkapnya dapat mengikuti postingan @getplastic_id dan @getthefest pada media sosial Instagram, Twitter dan Facebook.

Get The Fest 2022, Sebuah Rangkaian Tur dan Konser Musik Berbahan Bakar Minyak Hasil Olahan Sampah Plastik

Krisis iklim menjadi salah satu tantangan global penduduk dunia saat ini dan kedepannya, menipisnya sumber energi dan meningkatnya produksi sampah plastik menjadi ancaman serius. Dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs), isu lingkungan menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam kesepakatan pembangunan berkelanjutan tersebut. Di tahun 2021 capaian SDGs Indonesia masih belum begitu menggembirakan karena menempati peringkat 82 dari 163 negara, kemudian indikator SDGs 13 yaitu Climate Action juga menunjukkan capaian yang belum maksimal (Sustainable Development Report, 2021). Sementara, saat ini Indonesia juga sedang mempersiapkan agenda Presidensi G-20 dengan salah satu isu prioritasnya adalah transisi energi berkelanjutan. Sebagai negara penyelenggara tentunya ini menjadi ajang pembuktian bagi Indonesia untuk merealisasikan penerapan transisi energi berkelanjutan. Pemerintah mengharapkan semua pihak dapat turut andil dalam mendukung komitmen ini.

Sejak tujuh tahun yang lalu, Yayasan Get Plastic Indonesia ikut berperan membangun tata kelola sampah yang menjadi akar permasalahan sampah plastik. Get Plastic bergerak dengan menginovasi mesin pirolisis untuk mengubah sampah plastik menjadi BBM. Kemudian hingga tahun 2022 Get Plastic telah mendampingi 28 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia agar dapat mengolah sampah plastik dari sumbernya. Salah satu founder kami Dimas Bagus Wijanarko menuturkan "Kurangnya kepedulian masyarakat mengenai isu lingkungan merupakan salah satu masalah besar bagi Indonesia. Kami mengemas kampanye dengan pendekatan khusus untuk menarik perhatian masyarakat dan membuktikannya melalui Get The Fest 2022 bahwa pengelolaan dan pengolahan sampah plastik secara tepat dapat menghasilkan nilai seperti energi alternatif untuk transportasi bahkan konser musik”.

Program Get The Fest akan ditargetkan mengolah 2 ton sampah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai sumber energi bagi kebutuhan transportasi dan kelistrikan selama rangkaian tur dan festival musik. Puncak acara berupa festival musik akan dilaksanakan di Museum Njana Tilem, Bali pada tanggal 16 Oktober 2022 diorganisir oleh Antida Musik Indonesia. Rangkaian tur dan konser musik yang disponsori oleh PT Pertamina (Persero) ini akan dimulai pada tanggal 9 Oktober 2022 di Bogor dengan seremoni berupa aktivitas test drive menggunakan bahan bakar hasil olahan sampah plastik. Kami akan mengundang Bapak Presiden RI, Joko Widodo, dan Bapak Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, serta beberapa tokoh pemerintahan lainnya pada acara pembukaan Get The Fest 2022 untuk turut merasakan manfaat dari pengolahan sampah plastik low-value ini. Selanjutnya pada titik transit tur di Kota Madiun akan dilakukan aktivitas clean-up serta pengolahan sampah plastik untuk mendukung kebutuhan energi bagi konser musik yang akan menjadi puncak dari rangkaian acara ini.

Kami berharap Get The Fest 2022 dapat menjadi prestasi bagi Indonesia, sebuah harapan besar dari Get Plastic untuk memperlihatkan best practises dalam merespon permasalahan sampah plastik di Indonesia. Gerakan ini juga dapat meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat serta menjadi solusi atas produksi sampah plastik yang terus meningkat diiringi dengan sumber energi fosil yang kian menipis, di sisi lain gebrakan ini juga menjadi jawaban untuk mencapai target SDGs 2030.

Melalui pendekatan less plastic, more energy kami ingin mengajak masyarakat untuk bijak dalam berplastik. Respon masyarakat pun positif, bahkan Bapak Erick Thohir sempat berkunjung ke pra-acara Get The Fest 2022 yang kami adakan di Depok pada tanggal 5 Juni 2022. Untuk menarik partisipasi masyarakat pada acara ini, kami menempatkan drop-box donasi sampah plastik di daerah Denpasar-Ubud, Bali agar donasi tersebut dapat diolah menjadi sumber energi bagi perhelatan Get The Fest 2022. Kegiatan pra-acara berupa aktivasi karaoke juga dilakukan untuk mensukseskan acara ini. Mesin karaoke yang dimodifikasi dengan bentuk tempat sampah dan dinyalakan dengan sumber energi dari sampah plastik  ini sukses menarik perhatian masyarakat pada acara yang diadakan di Pasar Santa, 18 Juni 2022 lalu. Dukungan dari beberapa teman-teman musisi juga sangat membantu mensukseskan acara ini, ada Oppie Andaresta, Nugie, Denny Frust, Cozy Republic, dan Ipank Hore-Hore yang sangat mendukung gerakan ini. Tentunya kami juga sangat berharap mendapat dukungan dari masyarakat agar gerakan ini dapat terdengar hingga ke mancanegara dan dapat menjadi prestasi bagi masyarakat Indonesia. Informasi mengenai gerakan ini juga dapat dilihat melalui akun @getplastic_id dan @getthefest pada media sosial Instagram.

Narahubung:

Ayu (+62 83119 844 936)

Manager Get Plastic Foundation